KEANEKARAGAMAN HAYATI
Keanekaragaman
hayati atau Biological diversity merupakan istilah yang sering
dikemukakan baik pada skala nasional maupun internasional dalam konteks
pembahasan keragaman sumber daya alam hayati. Istilah ini menunjukan
derajat keanekaragaman sumber daya alam hayati baik
species, genetik, jumlah dan frekuensi maupun ekosistemnya pada suatu
daerah tertentu. Istilah ragam hayati mencakup tiga tingkat pengertian
berbeda yaitu :
1. Keanekaragaman Genetik.
2. Keanekaragaman Spesies dan
3. Keanekaragaman Ekosistem
Ragam
hayati meliputi seluruh spesies tumbuhan, binatang, organisme mikro dan
gen – gen yang terkandung didalamnya serta seluruh ekosistem di muka
bumi. Dalam Konferensi Keanekaragaman Hayati (1992) yang juga dituangkan dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1994 batasan keanekaragaman hayati adalah sebagai berikut ” Biodiversity
means the variability among living organism from all sources,
including, inter media, terresterial, marine and other aquatic ecosystem
and the ecologocal complexes of which they are part ; this includes
diversity within spesies, between spesies and ecosystem ”
Keanekaragaman
Genetik merupakan konsep keanekaragam gen dalam suatu jenis diukur dari
variasi genetic ( unit – unit kimia atau sifat – sifat warisan yang
dapat diturunkan dari suatu generasi ke generasi lainnya ) yang termasuk
dalam gen – gen individu organisme dari suatu jenis, sub jenis,
varietas atau keturunan. Sehubungan dengan konsep keanekaragaman genetic
ini, dalam populasi suatu jenis organisme tidak ada satu individu pun
yang penampilannya persis sama dengan individu lainnya.
Ini
berarti bahwa tiap sifat yang diamati memiliki kisaran bentuk, ukuran
dan warna, yang besar atau kecilnya ditentukan oleh sifat genetic
tersebut. Kadang kadang penampilan individu – individu dalam jenis itu
sedemikian berbedanya terutama apabila contoh yang dibandingkan berasal
dari kelompok yang menempati daerah geografis yang berbeda. Perbedaan –
perbedaan inilah yang mendasari pengelompokan – pengelompokan, individu –
individu dalam satu jenis keadaan ekotipe, forma, varietas atau anak
jenis. Selain sebaran geografis, penampilan yang berbeda dapat
disebabkan oleh adanya system reproduksi antar kelompok individu yang
berbeda.
Keanekaragaman
spesies merupakan konsep keragaman mahluk hidup dimuka bumi yang yang
diukur berdasarkan jumlah total spesies dimuka bumi (perkiraan yang
pernah ditemukan bervariasi antara 5 juta hingga lebih dari 30 juta
spesies tetapi hanya 1,4 juta spesies yang telah dideskripsikan) atau
ditempat tertentu (Wilson, 1998 dalam Haryanto, 1995). Dalam
pengukurannya, konsep keanekaragaman spesies tidak hanya merupakan
fungsi dari jumlah spesies, tetapi juga fungsi dari kemerataan
distribusi kelimpahan (evenness) dari spesies itu dalam komunitasnya
(Haryanto, 1995). Secara umum terdapat kecenderungan bahwa semakin besar
ukuran populasi suatu spesies di suatu habitat, makin tinggi derajat
keanekaragaman genetiknya. Perlu diketahui bahwa peningkatan populasi
dari satu atau beberapa spesies dapat menyebabkan penurunan
populasi spesies lainnya, bahkan dapat menurunkan tingkat
keanekaragaman spesies di habitat itu.
Untuk
mempertahankan derajat keanekaragaman spesies maksimum dan
keanekaragaman genetik optimum perlu dilakukan upaya yang dapat menjamin
bahwa tidak ada spesies yang populasinya menurun hingga tingkat kritis
minimum.
Keanekaragaman
ekosistem berkaitan dengan keanekaragaman tipe habitat, komunitas
biologis dan proses – proses ekologis dimana spesies terdapat
didalamnya. Upaya konservasi spesies harus didukung dengan upaya
konservasi ekosistem dimana spesies itu menjadi salah satu komponennya.
Dari pengertian diatas spesies dan habitatnya merupakan focus dari
konsep ragam hayati. Upaya mempertahankan keanekaragaman hayati pada
dasarnya harus ditempuh melalui upaya konservasi spesies, termasuk
pertimbangan genetik yang terkandung dalamnya, habitat dan proses –
proses ekologis dimana spesies merupakan bagian yang tak terpisahkan.
Dengan demikian konsep ragam baru, tetapi lebih menunjukan upaya
mere-organisasi konsep – konsep yang telah ada berdasarkan atas
pendekatan yang lebih bersifat holistic.
B.1. Pentingnya Keanekaragaman hayati.
Nilai
Keanekaragaman Hayati bagi keberlangsungan kehidupan telah
dideskripsikan pada berbagai sektor, manusia mendapatkan seluruh
kebutuhan hidupnya tergantung kepada keragaman sumberdaya alam, baik
yang sudah dibudidayakan maupun yang masih liar, berupa sumber makanan,
obat – obatan dan produk industri. Manfaat ragam hayati liar mencapai
4,5% dari GDP di Amerika Serikat pada Tahun 1970 an. Perikanan yang
sebagian besar tergantung pada spesies liar memberikan sumbangan pada
pangan dunia hampir 100 juta ton pada tahun 1989. Spesies liar merupakan
kebutuhan hidup sehari – hari masyarakat dunia di berbagai belahan
bumi.
Selain
itu dalam bidang kesehatan nilai keragaman hayati sangat besar perannya
bagi kesehatan manusia. Pada masa lampau hampir seluruh obat – obatan
berasal dari tumbuhan dan binatang bahkan hingga kini obat – obatan
tersebut masih sering digunakan. Obat tradisional merupakan basis utama
pemeliharaan kesehatan bagi 80 % penduduk di negara – negara berkembang
mencapai 3 milyar orang.
Di
Indonesia, keanekaragaman hayati merupakan sumber daya vital bagi
kelanjutan pembangunan nasional. Berbagai sektor pembangunan secara
langsung maupun tidak langsung tergantung keanekaragaman ekosistem alam
dan fungsi-fungsi lingkungan yang diperankan oleh ekosistem tersebut.
Konservasi ragam hayati sangat penting artinya bagi pembangunan sektor
kehutanan, pertanian, perikanan, peternakan, kesehatan, industri,
rekreasi serta pengembangan ilmu pengetahuan.
Nilai
dan manfaat keanekaragaman hayati yang bersifat tak nyata (intangible)
bahkan tidak ternilai oleh perhitungan ekonomi, namun jelas memberikan
kontribusi sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia. Manfaat ragam
hayati dalam menjaga tata air, mencegah berbagai jenis bencana alam,
mendaur ulang bahan pencemar dan mempertahankan kondisi iklim merupakan
bukti nyata besarnya peranan ragam hayati bagi manusia di muka bumi.
Besarnya
peranan ragam hayati bagi kelangsungan hidup manusia, serta bagi
pembangunan memberikan alasan kuat mengapa konservasi ragam hayati harus
dibebankan dengan upaya konservasi ragam hayati tradisional. Konservasi
ragam hayati meliputi upaya defensif melindungi alam dari dampak
pembangunan hingga upaya ofensif untuk mengintegrasikan kepentingan
pemanfaatan dengan jaminan kelestarian jangka panjang. Dengan demikian,
upaya konservasi ragam hayati tidak hanya meliputi spesies liar tetapi
juga spesies budidaya dan spesies asalnya.
B.2. Prospek Keanekaragaman Hayati.
Ragam
hayati merupakan sumber daya yang paling bernilai tetapi kurang
mendapat perhatian yang semestinya. Potensinya sangat menakjubkan dari
beberapa hasil penemuan spesies jagung liar (Zea Diploperinnis) di
bagian Barat Tengah Jelisco, sebelah Selatan Guadalaraja oleh mahasiswa
perguruan tinggi Meksiko pada Tahun 1970 an. Spesies baru ini sangat
tahan terhadap penyakit dan paling unik diantara spesies jagung lainnya.
Transfer jagung liar ke jagung budidaya (Zea Mays) telah
meningkatkan produksi jagung dunia secara dramatis dan menghasilkan
nilai miliyaran dollar. Jagung Jalisco ditemukan pada saat yang tepat,
sebab spesies ini hanya tumbuh di areal yang luasnya tidak lebih dari 10
Ha di daerah pegunungan, suatu kondisi yang sangat rawan terhadap
kepunahan.
Pada
tahun 1970 an sejenis virus telah menyerang padi di India hingga
Indonesia, tetapi masih cukup banyak spesies dan varietas padi yang
tepat mengatasi masalah tersebut. IRRI mengindentifikasi 6.273 jenis
padi yang secara potensial tahan terhadap serangan virus tersebut. Dari
seluruh jenis tersebut hanya satu jenis yaitu Oryza nivara yang
dikonsumsi oleh orang India dan baru diketahui pada tahun 1966, yang
memiliki sifat genetik sesuai dengan yang diharapkan. Persilangan yang
dilakukan dengan tanaman padi budidaya telah menciptakan padi yang
resisten terhadap serangan virus tersebut dan kini tumbuh di 1.199 km²
sawah di Asia. Ragam hayati telah terbukti memberikan sumbangan yang
besar bagi dunia pertanian.
Jagung Jelisco dan padi Oryza nivara merupakan
salah satu temuan dari ribuan dan bahkan jutaan spesies ragam hayati
yang belum diketahui manfaatnya hingga kini. Prospek yang sama untuk
menemukan ragam hayati bagi kesejateraan manusia terbuka lebar. Harapan
menemukan anti kangker hati, AIDS dan berbagai penyakit yang belum
ditemukan obatnya terletak pada kemampuan manusia dalam mengeksplorasi
sumber daya hayati dilingkungannya. Kondisi masa depan yang sulit
diramalkan dan lemahnya taraf ilmu pengetahuan manusia terhadap nilai
dan manfaat ragam hayati saat ini telah mengembangkan satu – satunya
alternatif yang bijak dan rasional. Konservasi ragam hayati sebagai
basis sumber daya masa depan, sehingga dapat dipelajari dan digali
manfaatnya untuk kepentingan umat manusia. Rendahnya kesadaran manusia
akan pentingnya nilai ragam hayati telah menyebabkan rendahnya apresiasi
manusia terhadap sumber daya tersebut, sekaligus terdapatnya
kecenderungan untuk meremehkan pengetahuan tradisional yang sesungguhnya
digali berdasarkan pengalaman empiris. Gerakan dunia untuk menggali
potensi pengetahuan tradisional dan eksplorasi nilai – nilai manfaat
baru telah dimulai di beberapa negara.
Selain bahan obat – obatan, prospek ragam hayati juga sebagai bahan pangan yang sama pentingnya. Sangat
sedikit spesies yang memiliki potensi ekonomi secara aktual dikenal di
dunia. Barang kali 30.000 spesies tumbuhan memiliki bagian yang dapat
dimakan, dan sepanjang sejarah kehidupan umat manusia hanya 7.000 jenis
yang telah dibudidayakan atau dikoleksi sebagai bahan pangan. Dari
seluruh tumbuhan yang telah dimanfaatkan tersebut 20 spesies memberikan
sumbangan 90 % pangan dunia, dan hanya 3 spesies, gandum, jagung dan
beras yang mensuplai kebutuhan pangan dunia lebih dari 50 %. Banyak
jenis buah – buahan yang dapat dikembangkan sebagai komoditi ekonomi.
Paling sedikit 3.000 spesies buah – buahan tropis ( 200 spesies secara
aktual telah dimanfaatkan ) merupakan potensi ragam hayati yang
menjanjikan devisa bagi negara – negara pemiliknya.
Pengembangan
bioteknologi di berbagai bidang juga memberikan harapan bagi penemuan –
penemuan baru ragam hayati, khususnya yang berasal dari organisme
mikro. Mikorhiza sebagai proses interaksi ragam hayati secara nyata
telah memberikan sumbangan besar bagi dunia pertanian dan kehutanan.
Pengendalian
pencemaran air dan tanah, pengembangan obat – obatan serta pengembangan
industri kimia dengan memanfaatkan organisme mikro merupakan bidang
yang secara intensif mulai digarap di berbagai negara.
B.2. Tekanan
B.2. 1. Menurun atau Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Keberadaan
flora dan fauna sebagai sumber daya alam dan sumber genetika di
Kabupaten Bengkulu Utara dari waktu ke waktu semakin mendapat tekanan
akibat dari berbagai kegiatan yang tidak mengerti dan paham akan manfaat Keanekaragaman Hayati
bagi keberlanjutan kehidupan. Menurunnya populasi keanekaragaman hayati
yang ada di Kabupaten Bengkulu Utara antara lain karena adanya kegiatan
perburuan satwa langka dan dilindungi dan eksploitasi berbagai jenis
flora dan fauna, akan tetapi hasil kegiatan ini tidak terdata dan
terdeteksi oleh petugas yang berwenang.
Untuk
melestarikan sumber daya tersebut perlu diketahui secara jelas berbagai
penyebab dan ancaman yang dapat mengganggu keberadaan sumber daya
hayati, baik didarat, perairan tawar maupun dilautan.
Dari beberapa hasil pengamatan menunjukan bahwa ada beberapa penyebab yang mengakibatkan menurun
dan hilangnya keanekaragaman hayati, seperti perburuan liar terhadap
hewan Beruang, Siamang, Harimau, Gajah, Rusa, Kancil dan lain-lainya,
disamping itu kurangnya daerah perlindungan, karena lahan dan hutan
sudah banyak dibuka oleh masyarakat untuk perladangan dan perkebunan
sawit dan karet atau yang lainnya, lemahnya penegakkan hukum, penyerobotan tanah dan perdagangan satwa liar.
B.2.2. Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar.
Perburuan
liar yang berkedok membasmi hama pertanian dan ladang (babi) di
Kabupaten Bengkulu Utara yang tidak jarang melibatkan oknum militer dan
sipil telah menyebabkan berkurangnya beberapa jenis satwa,
bahkan ada yang berstatus dilindungi seperti Harimau dan Badak ikut
diburu karena dapat memberikan nilai ekonomis yang cukup tinggi, selain
menurunnya populasi harimau karena diburu, perburuan babi juga memiliki
peran besar terhadap menurunnya populasi harimau karena babi merupakan bagian rantai makanan harimau itu sendiri.
Pemanfaatan
sebagai jenis satwa dan tumbuhan liar secara komersial, dalam satu
dekade terakhir ini memperlihatkan kecenderungan yang meningkat.
Kecenderungan ini yang terlihat di Kabupaten Bengkulu Utara adalah
pemburuan terhadap jenis Rusa Sumatera oleh beberapa oknum yang mengatas
namakan berburu babi telah ikut memacu terjadinya penurunan jumlah dan
jenis Rusa. Aktivitas pemanfaatan secara komersial berbagai jenis satwa
pada dasarnya dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu populasi jenis
tersebut di alam.
B.2.3. Pertanian dan Perkebunan.
Aktivitas
pertanian dalam bentuk perladangan berpindah didalam kawasan hutan
maupun diluar kawasan hutan dan permukaan lahan (land clearing) untuk
persiapan perkebunan besar swasta maupun oleh rakyat menjadi salah satu
penyebab utama hilangnya sumber daya hayati.
Di
Kabupaten Bengkulu Utara sampai saat ini luas lahan perkebunan besar ±
151.003,83 Ha, luas tersebut belum termasuk kebun rakyat. Aktivitas
perkebunan besar swasta yang mengkonversi hutan menjadi lahan perkebunan
telah banyak menghilangkan beberapa macam tipe habitat satwa liar yang
sekaligus telah memusnahkan berbagai macam jenis tumbuhan mulai dari
perdu, semak sampai jenis pohon yang belum sempat diindentifikasi.
B.2.4. Kehutanan dan Penebangan Liar.
Ekosistem
hutan sebagai basis habitat asli beberapa jenis keanekaragaman hayati
fauna ( satwa ) dan merupakan tatanan dan central/pusat keragaman flora,
memiliki nilai ekonomis bagi pemenuhan kebutuhan dan peningkatan
kesejateraan masyarakat.
Pengelolaan
dalam sepuluh tahun terakhir ini dengan sistem Tebang Pilih Tanaman
Industri (TPTI), IPK dan bahkan sejak otonomi daerah ada suatu kebijakan
Pemkab berupa pengelolaan hutan dengan sistem IPKTM ( izin Pemanfaatan
Kayu Tanah Milik) diharapkan dapat menjadi solusi bagi pemanfaatan
sumber daya hutan secara berkelanjutan dan lestari namun pada
kenyataannya masih jauh dari yang diharapkan, permasalahan yang sering
muncul adalah aspek pelestarian sering di nomor duakan dan hampir semua
kebijakan yang diambil dalam pengelolaan hutan lebih terfokus pada aspek
ekonomi.
Penebangan liar hampir
terjadi pada semua kawasan hutan, baik pada areal konservasi maupun
diluarnya dan bahkan mencapai areal hutan lindung dan kawasan
konservasi, pelakunya bermacam – macam mulai dari masyarakat yang
berdampingan dengan hutan, pemegang izin, pemilik sawmill maupun oknum
aparat Pemerintah. Pencurian kayu ini bahkan cenderung pada kawasan
konservasi karena kawasan ini memiliki nilai kayu yang lebih baik dari
areal lainya.
Disamping
aktivitas di atas yang menyebabkan hilangnya keragaman hayati dan
habitatnya adalah bencana kebakaran hutan dan lahan dari aktivitas
pembukaan lahan perladangan dan perkebunan karena land clearing dengan
sistem bakar jauh lebih murah dan sederhana.
Strategi Melestarikan Keanekaragaman Hayati.
Pelestarian keanekaragaman hayati memerlukan
pemahaman tentang pentingnya arti sumber daya plasma nutfah bagi
kehidupan serta pembangunan yang berkelanjutan. Strategi utama
pelestarian keanekaragaman hayati adalah bagaimana menjaga keanekaragan
jenis tumbuhan dan satwa beserta habitatnya agar tidak rusak dan punah.
Upaya ini dapat dilakukan pada kawasan konservasi maupun diluarnya.
Konservasi
didalam kawasan dilakukan untuk melindungi habitat asli dan utama
melalui penerapan dalam bentuk kawasan suaka alam, taman nasional, taman
hutan raya, taman wisata alam, taman buru dll. Perlindungan
keanekaragaman hayati diluar kawasan ditunjuk untuk mendorong dan
mengembangkan konservasi flora dan fauna diluar habitat asli misalnya
dengan membuat kebun binatang, aboretum, taman hutan raya, taman safari
dan upaya penangkaran. Selain itu untuk mengawetkan keanekaragaman
hayati di Kabupaten Bengkulu Utara perlu dilakukan langkah – langkah
kongkrit seperti :
1. Penetapan dan penegasan kawasn – kawasan konservasi agar jelas batas dan status hukumnya.
2. Optimilisasi kinerja instansi berwenang ( Balai Konservasi Sumber Daya Alam ) dalam pelestarian Sumber Daya Alam Hayati.
3. Sosialisasi
pada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian
keanekaragaman hayati dan penyampaian informasi tentang status flora dan
fauna yang ada di Kabupaten Bengkulu Utara.
4. Perlu
adanya pengaturan dan pengawasan serta penegakan hukum dalam
pemanfaatan flora dan fauna terlebih untuk statusnya dilindungi.
5. Penegakan hukum secara tegas bagi para pelanggar, yang dengan sengaja melakukan perburuan dan pengambilan flora dan fauna khususnya yang dilindungi.
http://blhbu.net/index.php?option=com_content&view=article&id=27%3Akeanekaragaman-hayaticatid=10&Itemid=18